Wednesday, June 29, 2011

Laporan Praktikum Sistematika Tumbuhan 1 (Cryptogamae)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah baik flora maupun fauna, keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, diantaranya dapat memenuhi kebutuhan manusia yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu sumber pembagun tubuh dapat berasal dari tumbuhan (nabati) dan hewan (hewani).
Dalam mengetahui klasifikasi, taksonomi, kekerabatan dan asal-usul suatu makhluk hidup diperlukan sistematika. Disini kami khusus mempelajari tumbuhan Cryptogamae. Tumbuhan Cryptogamae adalah tumbuhan tingkat rendah yang alat perkembiakannya tersembunyi dan reproduksinya dengan spora. Sehingga sistematika yang kami pelajari yaitu Sistematika Tumbuhan Cryptogamae (SisTum 1). Sistematika Tumbuhan Cryptogamae yaitu di dalamnya terdapat klasifikasi, taksonomi, kekerabatan, asal-usul tumbuhan Cryptogamae. Ilmu yang mempelajari teori dan prinsip, prosedur dan peraturan klasifikasi disebut dengan toksonomi.
Tumbuhan ganggang (Algae) merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Tumbuhan lumut (Bryophyta) merupakan golongan tumbuhan yang tingkat perkembangannya lebih tinggi daripada Thallophyta umumnya mempunyai warna yang benar-benar hijau, karena mempunyai sel-sel dengan plastida yang mengandung klorofil-a dan b. Lichenes adalah suatu organisme yang merupakan suatu bentuk simbiosis erat dari fungi sebagai mycobion dan alga hijau yang berupa photobion. Fungi atau jamur banyak terdapat di daerah yang lembab. Jamur apabila dibandingkan dengan tumbuhan yang lain, tumbuhan ini tubuh buahnya berupa talus, menghasilkan spora, dinding selnya mengandung kitin dan tidak memilki flagel dalam daur hidupnya. Sedangkan tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan golongan tumbuhan yang susunan tubuhnya paling sempurna karena tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu akar, batang, dan daun.
Tumbuhan talus ialah tumbuh tumbuhan yang belum dapat dibedakan dalam tiga bagian utamanya, yang disebut akar, batang dan daun. Tubuh yang berupa talus itu mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi yang sangat besar. Tumbuhan yang memiliki ciri utama berbentuk talus dimasukkan ke dalam Divisi Thallophyta.
Untuk mempelajari Sistematika Tumbuhan Cryptogamae yang dalam hal ini Divisi Algae, Bryophyta, Fungi, Lichenes dan Pterydophyta baik secara morfologi maupun habitat, perlu diadakannya pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti dengan Praktikum Lapangan, sehinggga mahasiswa dapat lebih mudah untuk mengidentifikasi baik ciri–ciri mofologi (penampakan luar) maupun habitatnya, dalam hal ini maka Praktikum Lapangan dengan mengamati spesies–spesies tumbuhan Cryptogamae di Pulau Lemukutan kecamatan Sungai Raya Kepulauan kabupaten Bengkayang.
Pentingnya dilakukannya Praktikum Lapangan Sistematika Tumbuhan 1 Cryptogamae baik secara mandiri maupun secara terorganisir adalah agar mahasiswa mengetahui tumbuhan-tumbuhan tingkat rendah dari Sub Divisi Algae, Bryophyta Pteridophyta, Fungi dan Lichenes secara langsung untuk diamati bagian-bagian dan ciri-ciri khususnya kemudian digunakan sebagai acuan dalam mengidentifikasi. Selain itu agar mahasiswa mengetahui warna, bentuk dan habitat asli dari Divisi Algae, Divisi Bryophyta, Divisi Fungi, Divisi Lichenes dan Divisi Pteridophyta karena pada waktu praktikum di laboratorium warna dan bentuk preparat sudah berubah karena sudah diawetkan, sehingga kami harus melihat preparat yang morfologi dan habitat dalam bentuk aslinya.
Praktikum Lapangan dilkasanakan di Pulau Lemukutan, pemilihan tempat ini karena daerah ini memilliki keanekaragaman tumbuhan tingkat rendahnya relatif lengkap termasuk jenis fitoplanktonnya (alga mikroskopis).


1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum lapangan ini adalah:
a. Untuk mengetahui biodiversitas tumbuhan yang ada di alam secara langsung.
b. Mengetahui karakteristik dari masing-masing tumbuhan.
1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum lapangan ini sebagai sumber atau literatur tentang keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di pulau Lemukutan, Bengkayang.






















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ALGA
Alga memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil, sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki pigmen-pigmen tambahan yang dominan. Alga memiliki bentuk dan ukuran yang beranekaragam, ada yang mikroskopis, makroskopis, bersel satu, berbentuk benang/pita, atau bersel banyak dan berbentuk lembaran (Lovelles. 1989).
Dalam perairan, alga merupakan penyusun fitoplankton yang biasanya melayang-melayang di dalam air, tetapi dapat juga melekat di dasar perairan. Alga yang hidup melayang-layang disebut neustonik, sedangkan yang hidup didasar disebut bentik. Alga yang bersifat bentik digolongkan lagi menjadi (Iqbal, Ali. 2008):
a. Epiliptik ( hidup di atas batu )
b. Epipalik ( melekat pada lumpur atau pasir )
c. Epipitik ( melekat pada tanaman )
d. Epizoik ( melekat pada hewan )
Berdasarkan habitat yang ditempatinya di perairan, alga dibedakan atas Iqbal, Ali. 2008):
a. Alga subaerial, yaitu alga yang hidup di daerah permukaan.
b. Alga intertidal, yaitu alga yang secara periodic muncul ke permukaan karena naik turunnya air akibat pasang surut.
c. Alga sublitoral, yaitu alga yang berada di bawah permukaan air
d. Alga edafik, yaitu alga yang hidup di dalam tanah pada dasar perairan.
Beberapa jenis ganggang, misalnya Chlorella sp. bersimbiosis dengan organism lainnya, yaitu hidup bersama Paramecium, Hydra, atau Mollusca; alga Platymonas sp. hidup bersama cacing pipih Convoluta roscoffensis.
Bentuk tuibuh alga bermacam-macam, yaitu bersel tunggal ( uniseluler ), membentuk koloni berupa filament ( sel membentuk kumpulan berupa benang-benang ), atau koloni yang tidak membentuk filament. Sebagian alga yang uniseluler dapat bergerak dengan tenaga sendiri ( motil ) dan sebagian lagi tidak dapat bergerak ( nonmotil ). Berbeda dengan bentuk tubuh yang uniseluler yang mikroskopis, pada alga yang membentuk koloni berupa filament berukuran cukup besar sehingga mudah dilihat dengan mata telanjang. Sel yang terletak paling bawah pada filament membentuk alat khusus untuk menempel pada batu, batang pohon, pasir atau lumpur. Alat tersebut dinamakan pelekap. Koloni alga yang tidak membentuk umumnya membentuk bola atau pipih tanpa pelekap (Sarwuni. 2003).
Cara alga bereproduksi sangat beraneka ragam. Akan tetapi, secara garis besar terjadi melalui dua cara, yaitu seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual terjadi melalui pembelahan sel, fragmentasi, dan pembentukan zoospore, sedangkan reproduksi secara seksual terjadi melalui isogami dan oogami (Taylor. 1960).
Reproduksi dengan cara pembelahan sel menghasilkan dua sel anak yang masing-masing akan menjadi individu baru. Pembelahan sel ini terjadi pada kebanyakan alga bersel tunggal. Sedangkan pada alga yang membentuk koloni tanpa filament, ataupun koloni berupa filament, reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasi adalah terpecah-pecahnya koloni menjadi beberapa bagian. Seperti halnya kedua cara reproduksi aseksual tersebut, reproduksi melalui pembentukan zoospore. Zoospore merupakan sel tunggal yang diselubungi oleh selaput, dan dapat bergerak atau berenang bebas dengan menggunakan satu atau lebih flagella. Setiap zoospore merupakan calon individu baru.( Iqbal, Ali. 2008)
Reproduksi seksual melibatkan peleburan dua gamet untuk membentuk zigot dan tumbuh menjadi individu baru. Terdapat dua tipe reproduksi seksual, yaitu isogami dan oogami. Pada tipe isogami, gamet-gametnya berukuran sama besar dan dapat bergerak. Jika hasil peleburan gamet betina dan jantan membentuk zigot yang mengalami dormansi disebut zigospora. Pada tipe oogami, gamet-gametnya bervariasi ukuranya, gamet betina yang disebut telur dicirikan dengan bentuk yang besar dan tidak bergerak. Jika zigot yang terbentuk tidak berkecambah, tetapi mengalami dormansi disebut oospora. Berdasarkan tipe dormansi pigmennya, alga dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu : alag coklat, alga merah, alga emas dan alga hijau (Iqbal, Ali. 2008).
A. Alga Coklat (Phaeophyceae)
Warna ganggang coklat disebabkan oleh adanya pigmen fukosantin, yang secara dominan menyelubungi warna hijau dari klorofil pada jaringan. Selain fukosantin, alga coklat juga mengandung pigmen lain seperti klorofil a, klorofil c, violaxatin, b-karoten, diadinoxntin dan fukosantin (Kimball, 1999).
Alga coklat merupakan alga yang talusnya terbesar di antara semua alga. Pada kodisi yang sesuai. Macrocystis sp. atau alga coklat raksasa dapat tumbuh dengan kecepatan 15 cm/hari, dan panjangnya mencapai 100 m. alga coklat sering ditemukan di tepi pantai adalah berupa fase diploid dari siklus hidupnya ( Kimball,1999).
Ukuran talus alga coklat mulai dari mikroskopis sampai makroskopis. Ada yang berbentuk tegak, bercabang, filament tidak bercabang atau filament dasar.alga ini memiliki kloroplas tunggal, ada beberapa yang berbentuk lempengan discoid (cakram) danada pula yang seperti benang. Alga ini memiliki pirenoid yang terdapat di dalam kloroplas. Pirenoid merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan. Cadangan makanan yang terdapat pada alaga ini berupa laminarin. Bagian dalam dinding selnya tersusun dari lapisan selulosa, sedangkan bagian luar tersusun atas gurmi. Pada dinding sel dan ruang intersel ditemukan asam alginate. Alga coklat mempunyai jaringan transportasi air dan zat makanan yang analog dengan jarinagn transportasi pada tumbuhan darat (Prawirohartono, 1989).
Alga coklat umumnya hidup di air laut, terutama laut yang agak dingin dan sedang. Hanya beberapa jenis saja yang hidup di air tawar. Di daerah subtropik, alga coklat hidup di daerah intertidal, yaitu di atas daerah litoral sampai sublitoral. Di daerah tropis biasanya hidup di kedalaman 220 m pada air yang jernih. Alga coklat bersifat autotrof. Fotosintesis terjadi di helaian yang menyerupai daun. Gula yang dihasilkan ditransportasikan ke tangkai yang menyerupai batang (Campbell,2003).
Ganggang coklat yang terbesar dimanfaatkan dalam berbagai industri makanan maupun farmasi. Algin yang merupakan bagian koloid dari ganggang coklat digunakan dalam pembuatan es krim, pembuatan pil, tablet, salep, pasta gigi, dan lotion. Selain itu alga coklat juga dimanfaatkan karena kandungan nitroden dan kaliumnya yang cukup tinggi sedangkan kandungan fosfornya rendah (Kimball,1999).
Reproduksi pada alga coklat terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan pembentukan zoospore berflagel dan fragmentasi, sedangkan reproduksi seksual terjadi secara oogami atau isogami. Contoh dari alga coklat antara lain; Fucus serratus, Macrocystis pyrifera, Sargassum vulgare dan Turbinaria decurrens.(Kimball,1999)
B Alga Merah ( Rhodophyceae )
Alga merah berwarna merah sampai lembayung/pirang atau kemerah-merahan, kromatofora berbentuk cakram atau lembaran dan mengandung klorofil a, klorofil b dan karetenoid. Akan tetapi, warna lain tertutup oleh warna merah fikoeritrin sebagai pigmen utama yang mengadakan flouresensi. Jenis Rhodophyceae tertantu memilki fikosianin yang member warna biru (Indriani,1996).
Bentuk talus alga merah berupa helaian atau berbentuk seperti pohon serta tubuhnya dilapisi kalsium karbonat. Dinding selnya terdiri dari komponen yang berlapis-lapis. Dinding sel sebelah dalam tersusun dari mikrofibril, sedangkan sisi sebelah luar tersusun atas lendir. Komponen kimia mikrofibril terutama adalah xilan, sedangkan komponan kimia dinding mikrofibril luarnya adalah manan. Alga merah mempunyai kemampuan menimbun kalsium karbonat pada dinding selnya. Alga merah mempunyai pigmen fotosintetik fikobilin dan mempunyai pirenoid yang terletak di dalam kloroplas. Pirenoid berfungsi untuk menyimpan cadangan makanan atau hasil asimilasi. Hasil asimilasinya adalah sejenis karbohidrat yang disebut tepung floride, floridosid (senyawa gliserin dan galaktosa), dan tetes minyak (Harold,1985).
Alga merah umumnya hidup di air yang dalam, lebih dalam dari tempat hidup alga coklat. Sepertiga dari 2500 spesies yang dikenal, hidup di perairan tawar. Biasanya organism ini merupakan penyusun terumbu karang laut dalam. Alga merah mempunyai peran penting dalam pembentukan endapan berkapur baik di laut maupun air tawar (Kimball,1999).
Alga merah bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual dengan pembentukan dua anteridium pada ujung-ujung cabang talus. Anteridium menghasilkan gamet jantan yang disebut spermatium. Gametangium betina disebut karpogonium, terdapat pada ujung cabang lainnya.reproduksi aseksual terjadi dengan pembentukan tetraspora (Notji,1981).
C. Alga Keemasan (Chrysophyceae)
Chrysophyceae diambil dari kata Yunani yang berarti emas. Anggotanya yang terkenal adalah diatom. Klompok alga ini pal;ing beragam dalam hal komposisi pigmennya, dinding selnya, dan tipe flagella selnya. Alga keemasan ini mengandung klorofil a dan c, karoten dan xantofil.bentuk talus dapat berupa batang, telapak tangan dan bentuk-bentuk campuran, misalnya wadah dengan tutupnya seperti yang terdapat pada diatom (Atmadja,1996).
Pada alga keemasan yang bersel satu, ada yang memilki 2 flagela heterodinamik, yaitu sebagai berikut (Notji, A. 1981) :
a. Satu flagella mempunyai tonjolan seperti rambut yang disebut mastigonema, flagella seperti ini disebut pleuronematik. Flagella jenis ini mengarah ke anterior dan relative lebih panjang daripada flagella akronematik.
b. Satu flagella lagi tidak mempunyai tonjolan seperti rambut, flagella ini disebut akronematik.
Pada kloroplas alga keemasan tertantu ditemukan pirenoid yang merupakan tempat persediaan makanan. Persedianj makanan berupa krisolaminarin. Selain itu terdapat tetes-tetes minyak di dalam vakuola. Alga keemasan ini dapat dijumpai di air tawar atau air laut, tempat-tempat yang basah dan merupakan penyusun plankton. Alga merah ini juga bersifat fotoautotrof. Artinya dapat mensintesis makanan sendiri karena memilki klorofil untuk berfotosintesis. Reproduksi pada alga keemasan dapat terjadi melalui berbagai cara. Reproduksi seksual dengan cara oogami, sedangkan aseksual dengan cara membentuk auksospora dan membelah diri (Campbell,2003).
D. Alga Hijau (Chlorophyceae)
Alga hijau adalah alga yang paling banyak ditemukan diberbagai habitat, baik dilaut, air tawar maupun tempat yang lembab. Alga ini berwarna hijau karena adanya klorofil a, b, b-karoten dan xantofil. Alga hijau ini ada yang bersel satu ada pula yang bersel banyak. Bentuk tubuhnya ada ynag bulat, filament, lembaran dan ada yang menerupai tumbuhan tingkat tinggi (Ciremai. 2008).
Kloroplasnya beraneka ragam bentuk dan ukurannya. Di dalam kloroplas terdapat ribosom dan DNA, selain itu terdapat pirenoid sebagai tempat penyimpanan hasil asimilasi yang berupa tepung dan minyak. Organel lain yang ada di dalam tubhnya adalah badan golgi, mitokondria serta retikuluim endoplasma. Pada sel yang bergerak terdapat vakuola kontraktil di dalam sitoplasmanya, vakuola ini berfungsi sebagai alat osmoregulasi (Indriani,1996).
Alga jenis ini dapat ditemukan di air tawar, air laut serta tanah-tanah yang basah. Alga hijau ini hidup secara autotrof, namun ada pula yang bersimbiosis dengan organism lain misalnya dengan jamur membentuk lumut kerak (liken) (Kimball, 1999).
Reproduksi aseksual pada alga hijau ini terjadi dengan pembentukan zoospore, yaitu spora yang dapat bergerak atau berpindah tempat. Zoospore berbentuk seperti buah pir dengan dua sampai empat bulu cambuk, mempunyai vakuola kontraktil dan kebanyakan mempunyai satu bintik merah. Sedangkan reproduksi seksualnya berlangsung dengan konjugasi yang menghasilkan zigospora yang tidak memiliki alat gerak (Harold,1985).
2.2. FUNGI (JAMUR)
Istilah fungi telah umum digunakan untuk menunjuk pada organism mirip tumbuhan dan tidak memilki klorofil. Menurut klasifikasi Margulis dan Schwartz, kingdom fungi terdiri dari organism yang mempunyai cirri-ciri berikut: organism eukariotik yang menghasilkkan spora, dinding sel tidak mempunyai selulosa (melainkan kitin), tidak mempunyai flagella dalam daur hidupnya (Haspara. 2004).
Kingsom fungi dibagi menjadi lima divisi yang berbeda dalam hal struktur hifa dan struktur penghasil spora. Kelima divisi tersebut adalah (Kimball,1999):
1. Divisi Zygomycota
2. Divisi Ascomycota
3. Divisi Basidiomycota
4. Divisi Deuteromycota
5. Divisi Mycophycophyta
1. Zygomycotina
Jamur jenis ini bias membentuk spora istirahat yang berdinding tebal yang disebut zigospora. Zigospora merupakan hasil peleburan menyeluruh antara dua gametangium yang sama maupun yang berbeda. Zygomycotina berhabitat di darat dan pada sisa organism mati. Zygomycotina merupakan kelompok utama yang penting dalam pembentukan mikoriza (simbiosis jamur dan akar tanaman)(Campbell,2003).
Zygomycotina memilki miselium bercabang banyak dan hifanya tidak bersekat (senositik), sekat hanya ditemukan pada saat selreproduksi terbentuk. Misellium pada Rhizophus mempunyai tiga tipe hifa, yaitu (Kimball,1999):
a. Stolon; hifa yang membentuk jaringan pada permukaan substrat
b. Rhizoid; hifa yang menembus substrat dan berfungsi sebagai jangkar untuk menyerap makanan
c. Sporangiofor; hifa yang tumbuh tegak pada permukaan substrat dan memiliki sporangia globuler (berbentuk bulat) di ujungnya.
Zygomycotina dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual adalah dengan spora yang dihasilkan oleh sporangium. Reproduksi seksualnya dengan cara konjugasi (Rifai,2003).
2. Ascomycotina
Jamur jenis ini dicirikan dengan talus yang terdiri dari miselium bersepta. Reproduksi seksual dengan membentuk askospora didalam askus, ada yang hidup sebagai saprobe (dalam tanah/kayu busuk) atau sebagai parasit yang menimbulkan penyakit bagi tumbuhan. Pada reproduksi aseksualnya dibentuk konidium, dapat tunggal atau berantai pada ujung hifa khusus yang disebut konidiofor (Haspara. 2004).
Pada jenis tertentu pada umumnya askus dibentuk didalam tubuh buah yang disebut askokarp atau askoma. Bentuk askus ada bermacam-macam, antara lain (Ariyanto. 2000) :
a. Askus tanpa askokarp
b. Askus yang askokarpnya berbentuk seperti mangkok yang disebut apotesium
c. Askus yang askokarpnya berbentuk bola tanpa ostium disebut kleistotesium
d. Askus yang askokarpnya berbentuk bootol dengan leher yang memilki ostiulum yang disebut peritesium.
3. Basidiomycotina
Jamur yang masuk kedalam golongan ini sebagian besar makroskopis dan sering dijumpai di tanah dan di hutan. Ciri utamanya adalah hifa septet dengan sambungan apit (clamp connection); spora seksualnya terbentuk pada basidium yang berbentuk gada. Ciri lain jamur ini diantaranya: berdaging, saprobe, tubuh buah seperti paying, tetapi pada beberapa spesies tangkainya asimetris, pendek bahkan tidak bertangkai. Basidiospora terdapat pada permukaan lamella atau bilah yang terbentuk dibagian bawah tudung (Pollunin,1994).
Daur hidup Basidiomycotina dimulai dari pertumbuhan spora basidium atau perumbuhan konidium. Spors basidium atau konidium akan tumbuh menjadi banang hifa yang bersekat dengan satu inti, kemudian hifa membentuk miselium. Hifa dari dua strain yang berbeda ujungnya bersinggungan dan dinding selnya larut. Inti sel dari salah satu sel pindah ke sel yang lain, terjadilah sel dikariotik. Dari sel dikariotik akan tumbuh hifa dan misellium dikariotik, miselium akan tumbuh menjadi tubuh buah dengan bentuk tertentu misalnya seperti paying (Campbell,2003).
4. Dutromycotyna
Jamur jenis ini disebbut juga jamur imperfecti karena belum diketahui adanya reproduksi seksual, hifa septet atau uniseluler. Kebanyakan anggotanya mempunyai kekerabatan dengan Ascomycotyna serta Basidiomycotina. Reproduksi aseksual jamur ini dengan menghasilkan konida atau menghasilkan hifa khusus yang disebut konidiofor. Kemungkinana jamur ini merupakan suatu perkembangan jamur yang tergolong Ascomycotyna dan Basidiomycotyna (Kimball,1999).
Jamur ini bersifat saprofit di banyak jenis materi organic, sebagai parasit pada tanaman tingkat tinggi, dan perusak tanaman budidaya dan tanaman hias. Jamur ini juga menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu dermatomikosis (kurap atau panu) dan menimbulkan pelapukan pada kayu.jamur ini umumnya digunakan untuk pembuatan oncom dari bungkil kelapa (Tjitrosoepomo,1983).
2.3. LICHENES (LUMUT KERAK)
Liken atau lumut kerak biasanya dianggap sebagai kelompok khusus, walaupun pada dasarnya merupakan asosiasi simbiosis antara jamur mikobion dan alga fikobion. Menurut Ainsworth (1971) tercatat sebanyak 18.000 spesies yang tersebar luas di berbagai habitat. Liken tumbuh pada pohon, kayu busuk. Berbatuan dan papda tanah. Liken dapat hidup dikondisi yang ekstrim baik pada keadaan panas, dingin dan kering luar biasa, oleh karena itu liken dikatakan sebagai vegetasi perintis (Tjitrosoepomo,1983).
Mikobion biasanya berasal dari Ascomycotina sedangkan fikobion berasal dari alga hijau atau alga hijau-biru baik yang uniseluler maupun yang berfilamen. Sebagian besar terdiri dari hifa jamur yang terjalin rapat. Hifa khue=sus, yaitu rhizoid berfungsi sebagai pelekat pada batu, kayu atau tanah. Bentuk talusnya seperti spora dan menyerap air. Pada simbiosis ini, alga memperoleh air dan unsure esensial dari tubuh jamur dan sebaliknya alga memberikan makanan serta hasil fotosintesisnya kepada jamur (Yudianto,1992).
Askospora biasanya terbentuk pada apotesium. Pembiakan liken terjadi melalui fragmentasi atau dengan soredium, yaitu bagian dari talus yang terlepas dan terbawa angin atau air ketempat lain, kemudian tumbih menjadi liken yang baru. Soredium terdiri dari satu atau beberapa sel alga yang terbungkus rapat oleh hifa jamur, yang tampak seperti serbuk halus pada permukaan lumut kerak dan masing-masing dapat menjadi individu baru (Kimball,1999).
Menurut bentuknya lumut kerak dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Campbell,2003):
a. Crustose (seperti kerak), misalnyapada Graphis, seperti coret-coret kecil dan panjang di pepohonan
b. Foliose (seperti daun), misalnya pada Umbellicaria, Parmelia yang tumbuh pada bebatuan
c. Fructicose (seperti semak), misalnya Usnea loggisima yang disebut janggut resi yang dapat tumbuh mencapai beberapa meter panjangnya.
Liken dapat dimanfaatkan sebagai makanan hewan, sebagai bahan pewarna dan penyamak, digunakan dalam industry parfum, sumber litmus yang digunakan di dalam laboratorium kimia, juga sebagai indicator tingkat polusi (Yudianto,1992).
2.4. BRYOPHYTA (LUMUT)
Pada umumnya lumut berwarna hijau, karena mempunyai sel-sel plastid yang menghasilkan klorofil a dan b, dengan demikian lumut dapat dibedakan antara sporofit dan gametofitnya. Berdasarkan struktur tubuhnya, ada ahli yang menganggap tumbuhan lumut masih berupa talus, tetapi ada pula yang menganggap telah berkormus. Ada juga para ahli botani yang menganggap lumut sebagai perkembangan dari alga hijau yang berbentuk filament (Kimball,1999).
Lumut melakukan dua adaptasi yang memungkinkannya untuk tumbuh di tanah, yaitu pertama tubuhnya diselubungi oleh kutikula lilin sehingga dapat mengurangi penguapan dari tubuhnya. Kedua gamet-gametnya berkembang didalam gametangia sehingga zigot hasil fertilisasinya berkembang di dalam jaket pelindung. Oleh Karena lumut belum mempunyai jaringan pengangkut, maka air masuk kedalam tubuh lumut secara imbibisi. Setelah air masuk ke tubuh lumut kemudian didistribusikan ke bagian tubuh secaradifusi, daya kapilaritas dan aliran sitoplasma. System pngangkut air seprti ini menyebabkan lumut hanya dapat hidup di dataran rendah (Taylor. 1960).
Sel-sel tubuh lumut telah memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa. Pada semua tumbuhan yang tergolong lumut terdapat persamaan bentuk susunan gametangiumnya terutama susunan arkegoniumnya. Arkegonium mempunyai susunan yang khas yang juga kita jumpai pada tumbuhan paku. Batang dan daun pada tumbuhan lumut yang tegak memilki susunan yang berbeda-beda. Jika batangnya dilihat secara melintang maka akan tampak bagian-bagian seperti berikut (Soeratman. 1999):
a. Selapis sel kulit, beberapa sel diantaranya memanjang membentuk rizoid-rizoid epidermis
b. Lapisan kulit dalam yang tersusun atas beberapa lapisan sel yang disebut korteks
c. Silinder pusat, terdiri dari sel-sel parenkimatik yang memenjang dan berguna untuk mengangkut air dan garam-garam mineral.
Jadi pada tumbuhan lumut belum ada jaringan pengangkut seperti xylem dan floem.
Daun lumut umumnya setebal satu sel, kecuali ibu batang daun, lebih dari satu lapis sel. Sel-sel daun kecil, sempit, panjang dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala. Di antaranya terdapat sel-sel mati yang besar dan penebalan dinding dalamnya berbentuk spiral. Sel-sel yang mati ini berguna sebagai tempat persediaan air dan cadangan makanan. Pada tubuh lumut hanya terdapat pertumbuhan memanjang dan tidak ada pertumbuhan membesar.pada ujung batang terdapat titik tumbuh dengan sebuah sel pemula pada pucuknya. Sel pemula itu biasanya berbentuk bidang empat dan membentuk sel-sel baru ke tiga arah menurut sisinya. Ukuran lumut yang terbatas mungkin disebabkan tidak adanya sel berdinding sekunder yang berfungsi sebagai jaringan penyokong seperti pada tumbuhan berpembuluh (Campbell, 2003).
Rhizoid tampak seperti rambut/benang yang berfungsi sebagai akar unruk melekat pada tempat tumbuhnya dan menyerap air dan garam-garam mineral (makanan). Rhizoid terdiri dari satu deret sel yang memanjang kadang-kadang dengan sekat yang sempurna. Struktur sporofit tubuh lumut terdiri atas (Soeratman. 1999):
a. Vaginula, yaitu kaki yang diselubungi sisa dinding arkegonium
b. Seta, atau tangkai
c. Apofisis, yaitu ujung seta yang agak melebar yang merupakan peralihan antara seta dan kotak spora.
d. Kalipter, yakni tudung yang berasal dari dinding arkegonium sebelah atas menjadi tudung kotak spora
e. Kolumela, jaringan yang tidak ikut mengambil bagian dalam pembentukan spora.

Sporofit tumbuh pada gametofit yang hijau menyerupai daun. Sporofit memiliki klorofil sehingga dapat berfotosintesis, tetapi juga mendapatkan makanan dari gametofit tempatnya melekat. Meiosis terjadi dalam kapsul matang pada sporofit, menghasilkan spora haploid. Spora lumut dibungkus dinding khusus yang tahan terhadap perusak alam. Spora dapat bertahan dalam keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan. Gametofit berbentuk seperti daun dan di bagian bawahnya terdapat rhizoid pengganti akar. Jika sporofit sedang tidak memproduksi spora, gametofit akan membentuk anteridium dan arkegonium untuk melakukan reproduksi seksual (Taylor. 1960).
Reproduksi lumut bergantian antara seksual dan aseksualnya. Reproduksi aseksualnya dengan spora haploid yang dibentuk dalam sporofit, sedangkan reproduksi seksualnya dengan membentuk gamet-gemet baik gamet jantan maupun gamet betina yang dibentuk dalam gametofit. Ada dua macam gametangium yaitu sebagai berikut (Soeratman. 1999):
a. Arkegonium, merupakan gametangium betina yang bentuknya seperti botol dengan bagian lebar yang disebut perut, bagian yang sempit disebut leher. Keduanya mempunyai dinding yang tersusun atas selapis sel induk yang besar, sel ini membelah menghasilkan sel telur.
b. Anteridium, merupakan gametangium jantan yang berbentuk bulat seperti gada. Dinding anteridium terdiri dari selapis sel-sel yang mandul dan di dalamnya terdapat sejumlah besar sel induk spermatozoid. Sel induk ini membelah secara meiosis dan menghasilkan spermatozoid-spermatozoid yang bentuknya seperti spiral pendek, sebagian besar terdiri dari inti dan bagian depanyya terdapat dua bulu cambuk.

Reproduksi seksual dan aseksual berlangsung secara bergantian melalui suatu pergiliran keturunan yang disebut metagenesis. Jika anteridium dan arkegonium terdapat dalam satu individu lumut disebut berumah satu (monoesis) dan jika dalam satu individu hanya terdapat anteridium atau arkegonium saja maka disebut berumah dua (diesis) (Simangunsong,1996).
• Lumut Daun (Musci)
Lumtu daun merupakan lumut yang paling banyak dikenal. Hamparan lumut sering terdapat di tempat-tempat yang lembab. Lumut mempunyai struktur seperti akar yang disebut rhizoid dan struktur seperti daun. Siklus hidup lumut mengalami pergantian antara denerasi haploid dan diploid. Sporofit umumnya lebih kecil, berumur pendek, dan hidup tergantung pada gametofit. Contoh lumut golongan ini antara lain Polytrichum juniperinum, Furaria, Pogonatum cirratum dan Sphagnu.(Birsyam,1992 )
• Lumut Hati (Hepaticeae)
Tubuhnya terbagi menjadi dua lobus sehingga tampak seperti lobus pada hati. Siklus hidup lumut hati mirip dengan lumut daun. Di dalam sporangia terdapat sel yang berbentuk gulungan yang disebut elatera. Elatera akan terlepas saat kapsul terbuka, sehingga membantu memancarkan spora. Lumut hati juga dapat melakukan reproduksi aseksual dengan sel yang disebut gemma, yang merupakan struktur seperti mangkok di oermukaan gametofit. Contoh lumut hati adalah Marcahntia polymorpha dan Porella (Soeratman. 1999):.
• Lumut Tanduk (Anthocerotaceae)
Lumut tanduk mempunyai gametofit mirip dengan lumut hati, perbedaan hanya terletak pada sporofitnya. Sporofit lumut tanduk memilki kapsul memenjang yang membentuk seperti tanduk dari gametofit. Masing-masing memilki kloroplas tunggal yang berukuran besar, lebih besar dari kebanyakan tumbuhan lumut. Contoh lumut jenis ini adalah Anthoceros leavis (Campbell,2003).
Tumbuhan lumut tidak berperan langsungdalam kehidupan manusia, tetapi ada spesies tertentu yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk mengobati hepatitis , yaitu Marchantia polymorpha. Selain itu Janis-jenis lumut gambut dari genus Sphagnum dapat digunakan sebagai pembalut pengganti kapas (Birsyam,1992).
2.5. PTERIDOPHYTA ( TUMBUHAN PAKU)
Tumbuhan paku merupakan golongan tumbuhan yang telah berkormus (mempunyai akar,batang dan daun). Tumbuhan paku merupakan kelompok tumbuhan berpembukuh paling sederhana. Kurang lebih 550 juta tahun yang lalu (zaman karbon) hutan paku raksasa mendominasi permukaan bumi (Kimball,1999).
Semua anggota tumbuhan paku memiliki empat struktur penting, yaitu lapisan pelindung sel (jaket steril) yang terdapat disekeliling organ reproduksi, embrio multiseluler yang terdapat di dalam arkegonium, kutikula pada bagian luar, dan yang paling penting adalah sistemtranspor internal yang mengangkut air dan zat makanan dari dalam tanah. System transport ini sama baiknya dengan pengorganisasian transport air dan zat-zat makanan pada tumbuhan tingkat tinggi (Hackle. 1999).
Akar pada tumbuhan paku bersifat seperti akar serabut, ujungnya dilindungi kaliptra yang terdiri atas sel-selm yang dapat dibedakan dengan sel-sel akarnya sendiri. Pada titiik tumbuh akar terdapat sebuah sel puncak berbentuk bidang empat yang membelah keempat arah menurut bidang sisinya. Sel-sel yang dibentuk kea rah luar akan membentuk kalipter, sedangkan ketiga arah lainnya akan membentuk sel-sel akar. Sel-sel akar akan membentuk epidermis, korteks dan silinder pusat. Pada silinder pusat terdapat pembuluh angkut (xylem dan floem) yang bertipe konsentris. (Hackle. 1999)
Batang pada sebagian besar jenis tumbuhan paku tidak tampak karena terdapat didalam tanah berupa rimpang., mungkin menjalar atau agak tegak. Jika muncul di permukaan tanah, batangnya sangat pendek sekitar 0,5 m. akan tetapi, pada batang beberpa tumbuhan paku seperti paku pohon/paku tiang yang dapat mencapai 5 m. daun pada tumbuhan paku selalu melingkar dan menggulung pada usia mudanya. Berdasarkan bentuk,ukuran dan susunannya faun paku dibagi menjadi dua seperti berikut (Yudianto,1992) :
a. Mikrofil, daun ini berbentuk kecil-kecil seperti rambut atau sisik, tidak bertangkai dan tidak bertulang daun, belum memperlihatkan diferensiasi sel, dan tidak dapat dibedakan antara epidermis, daging daun dan tulang daun.
b. Makrofil, merupakan daun yang bentuknya besar, bertangkai dan bertulang daun serta bercabang. Sel-sel penyusunnya telah memeprlihatkan diferensiasi yaitu dapat dibedakan antara jaringan tiang, jaringan bunga karang, tulang daun serta stomata.
Penguapan pada tumbuhan paku tidak hanya melalui stomata melainkan juga melalui dinding sel epidermis yang berkutikula tipis. Ditinjau dari fungsinya, daun tumbuhan paku dibedakan atas (Lovelles. 1989):
a. Tropofil, merupakan daun yang khusus untuk berfotosintesis
b. Sporofil, daun ini berfungsi untuk menghasilakan spora. Tetapi daun ini juga dapat melakukan fotosintesis, sehingga disebut juga daun troposporofil.

Spora tumbuhan paku dibentuk didalam kotak spora (sporangium). Pada jenis paku yang berlainan, sporangium memiliki bentuk,ukuran dan susunan yang berbeda. Kumoulan sporangium disebut sorus. Sorus terdapat dibagian bawah permukaan daun, sejajar tulang daun dan zigzag, tersebar merata membentuk noktah, atau menutupi permukaan bawah daun.sorus muda seringkali dilindungi oleh selaput yang disebut indusium. Ada tidaknya indusium merupakan ciri khas yang sering dipakai dalam klasifikasi tumbuhan paku (Campbell,2003).
Berdasarkan dari tipe spora yang dihasilkan, tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi tiga golongan seperti berikut (Kimball,1999) :
a. Paku Homospora (isospora), tumbuhan paku yang menghasilkan satu jenis spora, misalnya Lycopodium (paku kawat).
b. Paku Heterospora, tumbuhan paku yang menghasilkan dua jenis spora yang berlainan, yaitu mikrosporaa berkelamin jantan dan makrospora (megaspora) berkelamin betina, misalnya : Marsilea (semanggi) Selaginella (paku rene).
c. Paku Peralihan, paku ini merupakan peralihan antara hoomospora dan heterospora, yaitu pakuyang menghasilkan spora yang bentuk dan ukurannya sama tetapi berbeda jenis kelaminnya, misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda).

Reproduksi tumbuhan paku dapat secara aseksual (vegetatif), yakni dangan stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Gemma adalah anakan pada tulang daun atau kaki daun yang mengandung spora. Reproduksi secara seksual (generatif) melalui pembentukan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina oleh alat-alat kelamin (gametangium). Gametangium jantan (anteridium) menghsilkan spermatozoid dan gametnagium betina menghasilkan sel telur (ovum). Seperti halnya tumbuhan lumut, tumbuhan paku mengalami metagenesis (pergiliran keturunan) (Yudianto,1992).

Tumbuhan paku terbagi menjadi empat golongan yaitu (Hackle. 1999) :
a. Psilophyta
Psilophyta merupakan tumbuhan paku sederhana dan hanya mempunyai dua genera, contoh yang sudah dikenal adalah Psilotum sp. yang tersebar luas di daerah tropic dan subtropik. Pada generasi sporofit, paku jenis ini mempunyai ranting dikotom yang tidak memilki batang dan daun. Sebagai pengganti akar Psilotum sp. membentuk rizom yang diselubungi rambut-rambut kecil yang disebut rizoid, pada paku Janis ini tidak diemukan jaringan pengangkut.
b. Lycophyta
Dewasa ini hanya sedikit anggota Lycophyta yang bertahan hidup. Pada umumnya Lycopodium sp. (anggota Lycophyta) adalah tumbuhan tropis yang hidup epifit. Sporanya terdapat dalam sporofit yang merupakan daun khusus untuk bereproduksi. Spora dapat hidup di dalam tanah selama lebih dari sembilan tahun. Lycophyta keci yang haploid tidak melakukan fotosintesis tapi bersimbiosis dengan jamur. Selain Lycopodium sp., contoh lain dari anggota paku ini adalah Selllaginella sp.
c. Sphenophyta
Sphenophyta sering disebut paku ekor kuda. Generasi sporofit paku ekor kuda cukup menyolok. Peristiwa meiosis terjadi dalam sporangia dan akan menghasilkan spora haploid. Gametofit yang berkembang dari spora berukuran sangat kecil, tetapi dapat melakukan fotosintesis dan hidup secara bebas. Sphenophyta bersifat homospora, contonhnya Equisetum sp..
d. Pterophyta
Pterophyta banyak terdapat di hutan subtropics maupun di daerah tropis. Paku ini memilki daun-daun yang lebih besar dibandingkan dengan anggota paku lainnya, ada dua jenis daun, yaitu megafil dan mikrofil. Megafil mempunyai system percabangan pembuluh. Mikrofil adalah daun yang muncul dari batang yang mengandung untaian tunggal jaringan pengangkut. Contoh paku golongan ini adalah Marsilea crenata.

BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 3-5 Juni tahun 2001, bertempat di Pulau Lemukutan,Kecamatan Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

3.2 Keadaan umum lokasi
3.2.1 Laut
Secara umum keadaan perairan di pulau ini masih baik, karena di derah ini keanekaragaman makhluk hidup dibawah airnya masih sangat beragam baik itu tumbuhan (alga/rumput laut) maupun jenis hewan lautnya. Selain itu airnya cukup jernih sehingga cahaya matahari bias masuk dan kita dapat melihat kehidupan bawah laut dengan jelas.

3.2.2 Darat
Daerah daratnya, di daerah pesisir tanahnya ditutupi pasir sedangkan di daerah selain pesisir tanahnya didominasi oleh tanah kuning.

3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah; Palnkton net, sprayer, botol film, ember ukuran 10 liter, plastic packing, kardus, double tip
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan diantaranya adalah; akuades, formalin, spirtus
3.3 Cara Kerja

3.3.1 Alga
3.3.1.1 Alga makro
Dalam pengambilan sampel alga makro dilakukan dengan cara sampling bebas. Sampel yang telah didapat dimasukkan kedalam plastic packing yang telah diisi sedikit air laut.

3.3.1.2 Alga mikro
Pengambilan sampel alga mikro (fitoplankton) dilakukan di laut dengan jarak sekitar 10 m dari bibir pantai. Sampling ini dilakukan dengan menuangkan air laut yang diambil dengan menggunakan ember 10 liter lalu di tunangkan kedalam plankton net sebanyak 10 kali. Setelah itu hasil yang tertinggal di dalam tabung kecil plankton net dimasukkan ke dalam tabung film yang sebelumnya pinggir dari tabng plankton net ini disemprot dengan sprayer yang berisi akuades dengan tujuan agar plankton yang berada di pinggir botol tersebut dapat masuk kedalam botol.kemudian botol film yang telah berisi plankton diteteskan formalin sebanyak lima tetes. Cara kerja ini diulangi sebanyak lima kali, sehingga didapatkan lima buah tabung film yang berisi sampel plankton.

3.3.2 Fungi
Penambilan sampel fungi juga dilakukan dengan sampling bebas dengan menjelajahi pulau. Setiap fungi yang di jumpai lalu diambil bersama substratnya, lalu untuk sementara dimasukkan ke dalam kantong plastic dan selanjutnya akan dimasukkan kedalam botol koleksi.
3.3.3 Lichenes

3.3.4 Bryophyta
Penambilan sampel Bryophyta juga dilakukan dengan sampling bebas dengan menjelajahi pulau. Setiap Bryophyta yang di jumpai, diambil bersama substratnya, lalu untuk sementara dimasukkan ke dalam kantong plastic
3.3.5 Pterydophyta
Pengambilan sampel Pterydophyta juga dilakukan dengan sampling bebas dengan menjelajahi pulau. Setiap Pterydophyta yang di jumpai lalu diambil tanpa merusak atau menanggalkan organnya, lalu untuk sementara dimasukkan ke dalam kantong plastic dan selanjutnya dibuat herbarium. Dilakukan pengamatan secara morfologi dan di identifikasi.





























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Alga
4.1.1.1 Alga makro
4.1.1.1.1 Turbinaria sp.



4.1.1.1.2 : Caulerpa sp.





4.1.1.1.3 Halimeda sp.


4.1.1.1.4 Amphiroa sp.




4.1.1.1.5 Sargassum sp.


4.1.1.1.6 Padina sp.




4.1.1.1.7 Caulerpa taxifolia



4.1.1.1.8 Caulerpa serrulata



4.1.2 Fungi




4.1.1 Ganoderma sp.



4.1.2 Pleurotus sp.





4.1.3 Fomes sp.



4.1.4 Cantharellus sp.






4.1.1.2 Alga mikro


4.1.1.1 Centronella voight

Klasifikasi

Kingdom : Chromista
Phylum : Ochrophyta
Class : Fragilariophyceae
Order : Fragilariale
Family : Fragilariaceae
Genus : Centronella
Spesies : Centronella reicheltii Voigt





4.1.1.2 Arcella polypora

Klasifikasi

Kingdom : Protozoa
Phylum : Amoebozoa
Class : Tubulinea
Order : Arcellinida
Family : Arcellidae
Genus : Arcella
Spesies : Arcella polypora









4.1.1.3 Closteriopsis longissima

Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Order : Sphaeropleales
Family : Ankistrodesmaceae
Genus : Closteriopsis
Spesies : Closteriopsis longissima







4.1.1.4 Diatoma vulgare

Klasifikasi

Kingdom : Chromista
Phylum : Ochrophyta
Class : Fragilariophyceae
Order : Fragilariales
Family : Fragilariaceae
Genus : Diatoma
Spesies : Diatoma vulgaris Bory









4.1.1.5 Schizomeris leiblein

Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Phylum : Chlorophyta
Class : Ulvophyceae
Order : Ulotrichales
Family : Schizomeridaceae
Genus : Schizomeris
Spesies : Schizomeris leibleinii









4.1.1.6 Criptomonas sp

Klasifikasi

Kingdom : Chromista
Phylum : Cryptista
Class : Cryptomonadea
Order : Cryptomonadales
Family : Cryptomonadaceae
Genus : Cryptomonas
Spesies : Cryptomonas maculata








4.1.1.7 Chaethopora sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :









4.1.1.8 Pleurodiscus sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :







4.1.1.9 Schizogonium sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies









4.1.1.10 Actinospora sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :









4.1.1.11 Chaetophora sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :









4.1.1.12 Sirogonium sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :










4.1.1.13 Tetraspora sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :









4.1.1.14 Rizodonium sp

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :









4.1.1.15 Articulospora sp.


Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :







4.1.1.16 Leptosira sp.

Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :








4.1.1.17 Ophiochytium arbusculum


Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :








4.1.1.18 Flagillaria sp.



Klasifikasi

Kingdom :
Phylum :
Class :
Order :
Family :
Genus :
Spesies :





4.1.1.19 Melosiria italic


Klasifikasi

Kingdom : Chromista
Phylum : Bacillariophyta
Class : Coscinodiscophyceae
Order : Melosirales
Family : Melosiraceae
Genus : Melosira
Spesies : Melosiria italic



4.1.3 Lichenes

4.1.3.1 Graphis sp
.
Klasifikasi
Kingdom : Plantae

Division: Lichenes
Class : Piscolichenes
Family : Graphidaceae

Genus :
Spesies : Graphis
Graphis sp.



4.1.3.2 Peltigera sp.


Klasifikasi

Kingdom: Plantae
Division: Ascomycota

Class: Lecanoromycetes

Order: Peltigerales

Family: Peltigeraceae

Genus:
Spesies: Peltigera
Peltigera sp.

4.1.3.3 Parmelia sp.


Klasifikasi

Kingdom: Plantae
Division: Ascomycota
Class: Lecanoromycetes
Order: Lecanorales
Family: Parmeliaceae
Genus: Parmelia
Spesies : Parmelia sp.


4.1.4 Bryophyta

4.1.4.1 Acrocarpus sp.


Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Bryophyta
Kelas : Musci
Ordo : Acrocarpulares
Famili : Acrocarpuceae
Genus : Acrocarpus
Spesies : Acrocarpus sp.
(Taxonomicon.c


4.1.4.2 Camphilopus sp.

Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Bryophyta
Kelas : Musci
Ordo : Dicranales
Famili : Dicranaceae
Genus : Camphylopus
Spesies : Camphylopus sp.
(Taxonomicon.com)
4.1.4.3 Vesicularia retriculota

Klasifikasi

Kingdom Plantae
Phylum : Bryophyta
Class :Bryopsida
Order : Hypnales
Family : Hypnaceae
Genus :Vesicularia
Spesies :Vesicularia retriculata

4.1.5 Pterydophyta

4.1.5.1 Blechnum sp
.

Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Pterydophyta
Kelas : Filiopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Blechnaceae
Genus : Blechnum
Spesies : Blechnum sp.
(Gembong, 1989)


4.1.5.2 Stenochlaena sp.


4.1.5.3 Polypodium sp.




4.1.5.4 Acrostichum sp.




4.2 Pembahasan

4.2.1 Alga
4.2.1.1 Alga makro
4.2.1.1.1 Turbinaria sp.
Turbinaria adalah alga dari divisi phaeophyta dan tergolong ke dalam ordo fucales. Sebagian besar phaeophycae merupakan unsur utama penyusun vegetasi alga di lautan arktik dan antartika. Di perairan pesisir lemukutan sendiri, turbinaria berjumlah cukup banyak,namun jumlahnya lebih sedikit dari Padia sp. Turbinaria adalah alga yang khas untuk lautan daerah tropis . Alga ini terletak sepanjang pantai melekat pada batu-batuan, di dalam tubuhnya trerdapat konseptakel dan reseptakel.
Morfologi dari alga ini memiliki philloid yang berbentuk seperti kerucut segitiga dengan dilengkapi gelembung-gelembung udara, terdapat receptakel di tiap ketiak daun seta memiliki bladder di bagiab ujung percabangan. Philloidnya berselang-seling letaknya. Turbinaria yang ditemukan ini berwarna coklat kemerahan. Ujung cabang-cabang menggelembung dan mengandung konseptakel serta reseptakel. Secara anatomi, thallus terdiri atas meristadem,korteks dan medulla. Di dalamnya terdapat oogonium,anteridium,dan benang-benang mandul(parafis). Anteridium berupa sel-sel yang berbentuk jorong,duduk rapat antara satu sama lain pada benang-benang pendek yang bercabang-cabang. Tiap anteridium dapat menghasilkan 64 spermatozoid. Suatu spermatozoid terutama terdiri dari bahan inti,suatu bintik mata dan dua bulu cambuk pada sisinya. Oogonium berupa suatu badan yang duduk di atas tangkai, terdiri dari satu sel sajadan mengandung 8 sel telur. Zigot lalu membentuk dinding selulosa dan pektin, melekat pada suatu substrat dan tumbuh menjadi individu yang diploid.
4.2.1.1.2 Caulerpa sp.
Caulerpa merupakan spesies dari divisi chlorophyta dan termasuk dalam suku caulerpaceae. Alga jenis inipada umumnya hidup di laut tengah. Persebaran caulerpa di pesisir lemukutan sendiri agak sulit ditemukan, karena ukurannya yang kecil serta warnanya yang tidak cerah menyebabkan spesies ini sering luput dari perhatian, namun jumlah alga ini cukup tersedia di bagian pesisir sekitar wilayah pencarian. Alga ini melekat pada bebatuan dan seringkali muncul apabila air telah surut.
Talus alga ini tidak mempunyai dinding pemisah yang melintang, sehingga dinding selnya menyelubungi massa plasma yang mengandung banyak inti dan kloroplas. Hanya alat-alat perkembangbiakan saja yang terpisah oleh suatu dinding(sekat). Susunan tubuhnya berbentuk tubular,karena thallusnya sifon atau spinositik.
Talus bagian atas dari alga ini berbentuk bulat kecil. Bagian bawah terdiri atas suatu sumbu yang merayap, tidak berwarna dan mengandung kukuamiloplasdan rizoid. Pada perkembangbiakan seksual(anisogami),seluruh tubuh tumbuhan jantan dan betina masing-masing mengeluarkan gamet yang berwarna hijau dalam jumlah yang amat besar, dan setelah mengeluarkan gamet itu lalu mati.
4.2.1.1.3 Halimaeda sp.
Halimeda memiliki talus berwarna hijau lembek terurai, panjang mancapai satu meter. Percabangan dalam satu untaian segment, kandungan karbonat rendah. Segment berbentuk ginjal dengan tepi segment cekung, lebar 7 mm. Basal segment tergabung dalam sistem multi holdfast. Pada pengamatan terlihat philloid dan segmen basal. Alga ini termasuk dalam divisi chlorophyta,alga ini memiliki bagian-bagian yaitu holdfast,philloid,dan segmen-segmen basal. Holdfast berbentuk ubi yang berguna sebagai alat pengikat atau untuk melekat pada pasir.
Sebaran tumbuhan ini biasanya dijumpai pada dasar karang atau sela-sela pertumbuhan karang dan dapat tumbuh di substrat pasir dengan sistem multi holdfast dengan massa akar serabut di bagian tepi segmen. Potensi alga ini belum dimanfaatkan dengan baik, namun mengandung karbonat yang potensial.
Halimeda selain itu berperan pula pada formasi terumbu karang dan umumnya sebagai pengikat sedimen, dilaporkan dari bermuda sampai brazil dan florida keys. Yang menakjubkan dari karakteristik halimeda adalah laju pertumbuhannyayang besar serta deposito yang menyertainya dari kalsium karbonat. Penelitian di Great Barrier Reef menunjukan bahwa sebagian besar halimeda memproduksi hingga 2 kg kalsium karbonat per meter persegi setiap tahun. Hal ini menunjukan bahwa Halimeda rata-rata menghasilkan lebih dari 100 pon aragonit tiap tahun. Hal ini menjadikan alga berperan sebagai sumber karbonat laut .
4.2.1.1.4 Amphiroa sp.
Ciri umum dari alga ini adalah adalah talus bersegmen pendek, silindris di bagian bawah dan agak gepeng di bagian atasnya. Rumpun rimbun dengan poercabangan dikotomus dan mencapai tinggi sekitar 5-10 cm. Substansi talus keras dan rapuh mengandung zat kapur serta berwarna merah. Sebaran tanaman ini umumnya tumbuh pada batu di daerah pinggir luar rataan terumbu. Di indonesia, Amphiroa ini terdapat banyak di pantai selatan Jawa.
Amphiroa merupakan alga dari divisi Rhodophyta, dan termasuk dalam ordo corralinales. Jenis alga ini dapat mengapur di lautan dan membentuk zat kapur di lautan. Thallus jenis alga ini berartikulasi, percabangan Amphiroa dikotom mempunyai philloid yang kecil dan gepeng. Thallus sederhana dan bersegmen pendek dan silindris. Rumpun nya rimbun dengan substansi kasar karena mengandung zat kapur.
4.2.1.1.4 Sargassum sp.
Sargassum termasuk dalam divisi Phaeophyta karena pigmen warnanya yang coklat. Kebanyakan spesies ini tumbuh menempel sepanjang pantai berbatu di daerah tropika dan beriklim ugahari. Thallus dari sargassum mempunyai morfologi yang kompleks, sepintas lalu membveri kesan seakan-akan tubuhnya mempunyai akar,batang dan daun. Pada bagian tangkainya (yang menyerupai batang) terdapat banyak cabang-cabanglateral yang menyerupai daun(sering disebut philloid). Di dekat philloid ini terdapat gelembung udara dan juga reseptakel yang mengandung konseptakel. Reseptakel adalah alat untuk perkembang-biakan dan konseptakel adalah rongga yang menghasilkan gamet.
Daur hidup alga ini bersifat diplontik. Tumbuhan ini berkembang baik secara tidak terbatas di laut terbuka dengan cara aseksual,satu-satunya cara reproduksi yang diketahui. Akan tetapi, kebanyakan spesies diketahui bereproduksi secara seksual. Sargassum weighty sebagai bahan baku alginat memiliki banyak potensi. Potensi alginat umumnya dimanfaatkan sebagai pembuatan agar. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan agar untuk bahan makanan,baik segala “home industri” maupun semi tradisional.
4.2.1.1.5 Padina sp.
Padina memiliki kromatofora berwarna cokelat karena banyakmengandung pigmen fotosintetik fukosantin, disamping klorofil a. selnya berflagel dua, tidak sama panjang. Seluruh devisi Phaeophyta bersifat multiseluler dengan morfologi yang bervariasi dari filamen bercabang. Berbentuk seperti batang, berdaun banyak, atau seperti pedang. Sekelompok struktur berbentuk corong. Setiap saluran sekitar 3-5cm diameter, dengan lingkaran konsentris rambut kecil dan tepi digulung. Saluran sering robek di pinggirnya. Sekelompok ini biasanya menempel pada permukaan yang keras dan menyebar keluar seperti karangan bunga yang indah saat tenggelam. Coklat keemasan, kadang-kadang dengan semburat kebiruan atau keputihan. Semburat putih dari kalsium karbonat yang tergabung dalam pisau Padina adalah rumput laut coklat hanya dikenal untuk menggabungkan kalsium.
Persebaran Padina sp. Di pantai lemukutan dalam pengkoleksian alga ini merupakan persebaran yang paling besar, dimana Padina banyak sekali ditemukan melayang atau pun tenggelam di air pada pesisir, serta kerap ditemukan terdampar di pantai saat air surut.
4.2.1.1.6 Caulerpa taxifolia
Caulerpa taxifolia adalah laut, hijau alga, strain tertentu yang menyerang sektor pantai barat Laut Mediterania di mana ia tumbuh jauh lebih kokoh daripada yang dilakukannya dalam jangkauan asli. Dalam Mediterania telah menyebar ke ribuan hektar dimana mengisi kolom air dengan ratusan ton biomassa tanaman per hektar. Hal ini dilindungi dari landak laut, ikan dan herbivora lainnya dengan toksisitas Caulerpa taxifolia asli ke laut tropis Karibia dan lainnya di mana ia tumbuh di patch kecil dan tidak menimbulkan masalah.
C. taxifolia mampu menahan pembatasan nutrisi yang parah (Delgado et al, 1996.), Yang mungkin sebagian dapat menjelaskan kemampuan pertumbuhan toleransi suhu: suhu mematikan minimum di Mediterania adalah 7 o C (45 o F), suhu minimum mematikan di tempat lain adalah 14 o C (57 o F) (Komatsu et al, 1994.); suhu pertumbuhan optimal 20-30 o C (68-86 o F):; temperatur maksimum mematikan adalah 32 o C (90 o F).
Daun yang bulu-seperti "pisau daun" masing-masing yang memiliki poros tengah relatif luas (rachis), dari yang tumbuh banyak pinnules daun primer tumbuh langsung pada stolons pada interval jarak teratur; daun mungkin sangat pendek atau bahkan tidak ada di air dangkal (hanya menyisakan stolons), menjadi lebih lama di air yang lebih dalam kondisi cahaya rendah; daun 2-15 cm primer (1 - 6 in) versi tropis alga, sedangkan daun utama dari berbagai strain Mediterania dari 5 cm air dangkal, sampai 40 cm pada kedalaman 15 m, dan bahkan untuk 60-80 cm (24 in ke 38 di) pada kedalaman lebih besar (Meinesz, 1995); daun bercabang tumbuh dari daun primer pinnules yang sampai 1 cm, nomor 4 sampai 7 per cm sepanjang setiap sisi sumbu daun, biasanya upcurved, meruncing di ujung, beberapa pinnules yang terbelah dua di ujung (bifurkasio); spasi pinnule dan panjang tergantung pada ketersediaan cahaya (Meinesz, 1995) utama kepadatan tutupan daun dapat berkisar dari 5.100 (September) menjadi 14.000 (April) daun per m 2 (Meinesz et al., 1995) stolons (batang) menanggung daun dan rhizoids; rata-rata panjang stolon 1 sampai 1,5 m pada musim gugur (Meinesz, 1995); stolons baru muncul dari stolons lama yang telah bertahan musim dingin, panjang stolon kumulatif "cenderung stabil di sekitar nilai ekuilibrium 220 mm 2 "(Meinesz, 1995)
Seperti tumbuhan vaskular, tidak ada "akar" pada ganggang, namun di C. taxifolia, jarak teratur "pilar rhizoid" turun dari stolons, meruncing pada ujungnya, memiliki banyak filamen "rhizoids" yang sangat tipis ; yang rhizoids meniru akar dengan melampirkan ke batu dan substrat lainnya dan mengambil dan pemindahan nutrisi anorganik dan organik dari substrat.

4.2.1.1.7 Caulerpa serrulata
Ciri-ciri umum. Asimilator tumbuh tegak atau kadang rebah, warna hijau, tinggi antara 5-8 cm. Sumbu tegak dekat pangkal silindris, ke arah atas semakin memipih, seringkali menhadi terpuntir atau mirip spiral, atau kadang tetap tegak. Ramelli tersusun tegak. Habitat,banyak ditemukan di zona pasang surut yang selalu terendam air hingga di zona subtidal. Tumbuh baik di substrat pasir mau-pun menempel di sela-sela batu karang. Juga sering sebagai alge asosiasi pada padang Halimeda opuntia.
Caulerpa ini melekat pada batu dan berukuran kecil sehingga keberadaannya di dalam air kadang sulit dideteksi. Di sepanjang garis pantai lemukutan dapat ditemukan hanya sedikit jenis caulerpa serrulata yang diperoleh, dibandingkan dengan jenis caulerpa racemosa.

4.2 .2. Fungi

4.2.2.1 Ganoderma sp.
Merupakan organisme tingkat rendah yang belum mempunyai akar, batang, daun sehingga disebut dengan tumbuhan tallus. Tubuh terdiri dari satu sel (uniseluller) dan bersel banyak (multiseluller). Sel berbentuk benang (hifa). Hifa akan bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman yang disebut miselium.
Habitat Ganoderma sp. dikayu lapuk, parasit pada pohon.Tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai, berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap. Bagian tepi tubuh berwarna putih atau abu-abu. Bagian bawah tubuh berwarna putih dan berubah menjadi warna coklat bila digores/luka. Spora berukuran 9-13 x 6-9 mikron, coklat dan elips.
Tubuh multiseluller terdiri atas hifa yang bersekat. Hidup terestrial saprofit, parasit atau membentuk mikorhiza. Tubuh buah disebut basidiokarp yaitu tempat terbentuknya basidium dan dan basidium terbentuk spora basidium. Basidiokarp tersusun atas basidiun-basidium yang di dalamnya berisi spora (basidiospora). Basidium ada yang terdiri atas satu sel dan ada yang bersekat-sekat terbagi menjadi 4 bagian sel.
Sel bersifat eukaryotik, tidak mempunyai klorofil, sebagai parasit atau saprofit. Menyukai hidup pada tempat yang lembab dan tidak menyukai akan adanya cahaya. Fase dikaryotik lebih panjang di cirikan oleh adanya basidium dan basidiospora, basidiospora dibentuk di liau basidium, basidiospore yang dibentuk selalu 4, hasil fruktifikasi disebut basidiocarp.
Mempunyai tingkat perkembangan sederhana, Belum membentuk tubuh buah, basidium bebas. Hifa pendukung membentuk tubuh buah dan basidium terkumpul membentuk himenium yang didukung himenofor. Himenium terletak di atas tubuh buah. Spora sangat banyak dan secara aktif dilontarkan oleh basidium. Tubuh buah tanpa Himenofor yang menonjol, himenium terletak di atas tubuh buah dan sudah terbentuk Sejas tubuh buah maíz muda, lamella atau papan, sehingga permukaan menjadi lebih luas. Basidiokarp seperti kertas / kulit / belulang / kayu. Himenium terdapat pada satu sisi atau seluruhnya, banyak tumbuh pada pohon atau sebagai saprofit dan bisa merusak kayu bangunan.

4.2.2.2 Pleurotus sp.

Tudung jamur tiram berbentuk agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram. Jamur tiram putih (Pleurotus sp.) mempunyai tudung berdiameter 4-15 cm atau lebih, berbentuk seperti tiram, cembung kemudian menjadi rata atau kadang-kadang membentuk corong, permukaan licin, agak berminyak ketika lembab, tetapi tidak lengket, warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, atau coklat tua (kadang-kadang kekuningan pada jamur dewasa), tetapi menggulung ke dalam, pada jamur muda seringkali bergelombang atau bercuping (Cahyana et al., 2005).
Jamur tiram berdaging tebal, berwarna putih, dan lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai. Bilah cukup berdekatan, lebar, warna putih atau keabuaan dan seringkali berubah menjadi kekuningan ketika dewasa. Tangkai tidak ada atau jika ada biasanya pendek, kokoh dan tidak di pusat atau lateral (tetapi kadang-kadang di pusat), panjang 0.5-4.0 cm, gemuk, padat, kuat, kering, umumnya berambut atau berbulu kapas paling sedikt di dasar. Jejak spora putih sampai ungu muda atau abu-abu keunguan, berukuran 7-9 x 3-4 mikron, berbentuk lonjong, licin (Gunawan, 1999).
Secara umum siklus hidup Pleurotus sp. terbagi menjadi dua fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan miselium, sedangkan fase generatif adalah fase pertumbuhan tubuh buah (Chang dan Miles, 1989). Reproduksi jamur terbagi dalam dua metode, yaitu aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual terdiri atas : 1). Fission (pemisahan); 2). Fragmentasi miselium; 3). Budding (penguncupan); dan 4). Spora aseksual. Sedangkan reproduksi seksual dengan menghasilkan basidiospora dengan proses : 1). Plasmogami; 2). Karyogami; 3). Meiosis (Kaul, 1997).
Secara alami, jamur tiram Pleurotus sp. ditemukan di hutan pada kayu berdaun lebar dan berdaun jarum. Jamur tiram tidak memerlukan cahaya matahari yang banyak dan remang-remang, di tempat terlindung miselium jamur akan tumbuh lebih cepat daripada di tempat yang terang dengan cahaya matahari berlimpah. Kelembaban ruangan optimal adalah 90-96%. Suhu udara untuk pertumbuhan miselia adalah 23-280C dan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah 13-150C.
Pleurotus sp. tumbuh baik pada daerah dataran tinggi sekitar 700-800 mdpl. Budidaya jamur di dataran rendah dapat dilakukan apabila iklim ruang penyimpanan dapat diatur dan disesuaikan dengan keperluan jamur. Habitat Pleurotus sp. tumbuh pada kayu hidup dan umumnya hidup bergerombol menyerupai susunan pada batang kayu, beberapa jenis ada yang tumbuh soliter. Pleurotus sp. Juga dijumpai tumbuh pada tumpukan limbah biji kopi (Gunawan, 1999).

4.2.2.3 Fomes sp.
Fomes sp. memiliki tubuh keras dan kaku, berukuran 4 hingga 24 cm, berbentuk keranjang, permukaan himenium berwarna oranye terang, ketika tubuh segar dan berwarna coklat kemerahan bila kering. Spora berukuran 5-10 x 3,5 x 4,6 mikron, berwarna coklat, elips.
Tubuh buah berupa suatu kipas dan dapat berumur beberapa tahun dengan tiap-tiap kali membentuk lapisan-lapisan himenofora baru. Tubuh buah berbentuk setengah lingkaran. Badan buah muncul dari alasnya lalu melebar seperti kipas, pada pangkalnya terdapat suatu yangkai yang pendek dan hampir bulat. Tepi dari badan buah rata atau berlekuk. Warna dari badan buah sebelah atas berbeda-beda, kuning kotor, jingga, pirang kemerahan. Sisi atas menunjukkan garis radial atau mempunyai alur-alur yang radial. Banyak terdapat pada kayu-kayu yang lapuk (Tjitrosoepomo, 1994).
Jamur yang merupakan anggota dari suku Polyporaceae ini selain terdapat pada kayu-kayu yang lapuk, juga banyak pula yang merupakan parasit yang merugikan inangnya, antara lain (Tjitrosoepomo, 2003) :
- Fomes semistotes , menyebabkan busuknya akar pohon dara.
- Fomes lignosus, cendawan akar putih.
- Fomes noxious, cendawan akar pirang.
Selain itu, ada juga spesies yang bukan merupakan parasit, yaitu :
-Fomes fomentarius dan Fomes officinalis, berguna dalam obat-obatan.

Habitat parasit pada akar dan batang pohon.

4.2.4 Cantharellus sp.
Cantharellus sp. memiliki tubuh buah berdiameter 2-8 cm, cembung, pipih dan tipis, berwarna putih hingga krem, permukaan licin. Lapisan himenium (gill) berwarna sama dengan tudung. Tinggi tangkai kira-kira 0,5–1,5 cm, berwarna sama dengan tudung, permukaan licin. Spora berwarna putih, bentuk elips, permukaan licin.
Habitat: pada pohon hidup dan hidup berkelompok.

4.2.3 Lichenes
4.3.4.1 Graphis sp.
Lumut kerak ini bewarna abu-abu. Habitat graphis biasanya melekat pada pohon atau batang kayu yang sudah mati. Pada bagian anatomi tampak 2 lapisan,yaitu lapisan alga dan lapisan jamur. Lichen memiliki thalus tipe crustose yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan disebut endoploidik/endplodal. Thalus berukuran kecil,datar,tipis dan selalu melekat pada subtrat.
Graphis memiliki distribusi yang luar biasa luas dan banyak ditemukan di seluruh Amerika serikat dan Eropa, meskipun kurang umum dari pada 50 tahun yang lalu,karena seperti banyak lumut ,sangat sensitif terhadap polusi udara. Secara anatomi, lichens juga memiliki bagian-bagian yang menarik karena ada nya lapisan fungi atau lapisan luar korteks yang tersusun atas sel-sel jamur yang rapat dan kuat untuk menjaga agar lumut kerak tetap tumbuh dan lapisan alga yang mengandung ganggang serta terdapat rhizine yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat dan menempel kuat pada substrat yang di kenal sebagai rizoid atau lapisan lichens yang paling kuat melekat pada substrat
Ini yang paling terkenal adalah Pyrenolichenes. Sekelompok linchenes atau lumut crustose yang tumbuh di kulit pohon. Nama mereka berarti “Lumut Api” dan mengacu pada apothecia,yang biasanya hitam dan karbon seperti arang. Kebanyakan pada kondisi tropis,tetapi ada beberapa spesies di Amerika SerikatTimur,terutama di selatandan pada Pesisir Atlantik Pain (Jadilah,1980).
4.3.4.2 Peltigera sp.
Peltigera adalah suatu jenis kira-kira 91 jenis jamur lichenized di (dalam) keluarga Peltigeraceae biasanya dikenal sebagai sebangsa lumut anjing, sebangsa lumut Peltigera adalah sering terricolous ( mengakar lahan), tetapi terdapat juga pada, pohon, batu karang, dan banyak lain substrates di (dalam) banyak bagian-bagian bumi.
Peltigera umum nya dikenal juga dengan anjing lumut dan sering tericolous (tumbuh di tanah), tetapi juga dapat tumbuh pada pohon, batu dan substrat lain. Banyak spesies Peltigera cyanolichenes (memiliki simbion cyanobakteria), namun ada beberapa memiliki simbion ganggang, dan lain-lain memiliki kedua nya. Lumut tersebut berpengaruh dalm komposisi tanah dan generasi karena kemampuannya untuk memperbaiki nitrogen dari atmosfer, sebangsa lumut seperti itu adalah berpengaruh di generasi dan komposisi lahan.
Bentuk foliose dengan thalli lobed luas dan ukuran thallus nya variable dan tergantung pada spesies, dalam beberapa spesies thalli bias tumbuh cukup besar, sampai 30cm diameter nya. Warna atas permukaan dapat bekisar dari majemukan abu-abu, coklat, atau kehijauan. Secara anatomi, peltigera memiliki tiga lapisan yang dominan berwarna hijau, yaitu lapisan fungsi yang kuat dan rapat, lapisan alga yang tersusun atas ganggang untuk berfotosintesis, dan memiliki rhizine yang menempel pada substrat. Reproduksi nya terdiri dari Isdia, Soredia, atau Lobulus

4.3.4.3 Parmelia sp.
Lichens ini hidup melekat pada batu, ranting dengan rhizenes, relative longgar melekat pada substrat nya. Stukturnya seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Thallus nya datar dan lebar, memiliki banyak lekukan seperti daun yang mengkerut
Parmelia memiliki sisi gelap yang lebih rendah dengan rhizines yang melekatkan lumut pada substratnya. Dibagian atas berwarna abu-abu agak kecoklatan dan organ reproduksi diatasnya. Lapisan nya kemungkinan terdiri dari lapisan alga atau gonidium yang menghasilkan makanan dengan fotosintesis, lapisan fungi yang tersusun atas sel-sel jamur yang rapatt dan kuat untuk menjaga agar lumut kerak tetap dapat tumbuh serta adanya lapisan empulur (rhizine) yang tersusun atas sel-sel jamur yang tidak rapat yang berfungsi untuk menyimpan persediaan air dan tempat terjadi nya perkembangbiakan.
Parmelia adalah genus besar dari lichens dengan distribusi global, membentang dari Arktik ke benua Antartika tetapi terkonsentrasi didaerah beriklim sedang. Lichens ini adalah makanan untuk beberapa ulat Lepidoptera tertentu, seperti kupu-kupu taleporia bagworm tubulosa.

4.2.4Bryophyta
4.2.4.1 Acrocarpus sp.
Lumut jenis ini hanya terdapat fase gametofitnya tanpa ada sporofit. Philloidnya jarang-jarang berukuran kecil dan halus tapi tetap menutup sebagian daerah stemnya. Lumut ini sering di temukan pada pohon kayu yang sudah lapuk.
4.2.4s.2 Comphylopus sp.
Lumut ini mempunyai batang yang agak tegar sekitar 30mm dan berbentuk serabut banyak, berwarna hijau kekuningan. Pada bagian pangkal panjang dan tumbuh ke atas. Sporofitnya banyak pada bagian ujung dengan menggorombol. Lumut ini biasanya disebut lumut gambut yang dapat mengoksidasi daerah sekitarnya dan pada umumnya banyak ditemukan di rawa-rawa. Lumut ini terdiri dari kelompok kecil yang lembut. Bagian-bagian yang tampak pada pengamatan morfologi yaitu philloid, stem, rhizoid dan gametofit.

4.2.5 Pterydophyta
4.2.5.1 Blechnum sp.
Memiliki daun yang agak lebar dengan sorus yang berbentuk garis pada bagian sisi bawah daun. Kadang – kadang sepanjang tepi, seluruh sisi bawah kecuali pada bagian ibu tulang daun. Ada indusium berasal dari tepi daun itu. Daun tidak terputus dari rimpang , berbagi menyirip. Habiitatnya biasa epifit pada batang pohon besar atau bebatuan yang lembab. Alat reproduksinya berupa aseksual dan seksual, dimnana aseksualnya dengan pembentukan spora dan seksualnya dengan cara oogami(Steenis,2005).

4.2.5.2 Stenochlaena sp.
Pakis epifit dan bisa juga tumbuh di tanah, rimpang panjang-merayap, sering memanjat pohon tinggi. Stipe hingga 15 cm. Frond 40-70 cm, dukung hingga 15 pasang pinnae. Steril pinnae bulat telur-lanset, bergigi tidak teratur, mengkilap pada permukaan atas, dengan jaringan urat paralel sempit pada permukaan yang lebih rendah, sekitar 15 cm, lebar 3 cm, tetapi variabel dalam ukuran, pendek mengintai. Subur pinnae c. 2 cm panjang, 3 mm lebar, dengan sporangia pada seluruh permukaan yang lebih rendah(Steenis,2005).
Habitat umum di teduh, di kedua tempat basah dan kering di ketinggian rendah di seluruh wilayah indonesia. Habitat tanaman kelakai ini memang di daerah yang basah dan tergenang. Tanaman ini memiliki sistem perakaran serabut dan cara penyebaran dengan tunas dan sulur serta spora. Tanaman cukup mudah berkembang dan bila dibiarkan akan menutupi area yang cukup luas(Gembong,1983).
Tanaman ini memiliki banyak khasiat, seperti antidiare. Selain itu, juga dipercayai oleh masyarakat Dayak sebagai obat penambah darah serta obat awet muda. Tidak lupa juga, pucuk muda kelakai ini adalah bahan masakan yang cukup lezat dan di kalangan penduduk asli kalimantan merupakan salah satu makanan favorit (oseng kelakai contohnya)(gembong,1983).
Tunas daun muda dan dimasak dan disajikan dengan phrik nam atau dimasukkan ke dalam sup sayur manis dan asam kari atau dicampur. Tidak ada budidaya tanaman ini telah dicatat selama ini, namun dapat kalikan dengan divisi rimpang anakan dan muda dari rumpun ibu(Gembong,1983).
Menariknya, tumbuhan yang kerap dijadikan sayur itu memiliki manfaat unik. Kalakai ternyata dapat menunda proses penuaan manusia. Berdasarkan studi empirik, diketahui bahwa kalakai dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak Kenyah untuk mengobati anemia, pereda demam, mengobati sakit kulit, serta sebagai obat awet muda(Steenis,2005).
Kegunaan dalam keadaan darurat di hutan, daun muda tumbuhan ini dapat digunakan untuk bahan makanan baik dimakan langsung, disayur, ditumis atau dikukus. Paku ini sering digunakan masyarakat sayuran untuk bahan memasak(Gembong,1983).

4.2.5.3 Polypodium sp.
Habitat di alam, paku ini tumbuh ditempat terbuka dan kadang-kadang juga tumbuh di tempat terlindung dari sinar matahari. Di dataran rendah yang tidak terlalu kering. Tumbuhan paku ini hidup epifit (tumbuh di bagian batang atau ranting pohon). Tumbuhan paku ini sangat mudah dijumpai di kawasan hutan. Tumbuhan yang berkembang biak dengan spora ini dapat ditemui di berbagai macam habitat dan substrat (media tumbuh) mulai dari hutan bakau sampai tajuk pohon-pohon tinggi. Tumbuhan ini ada yang tumbuh di tanah (terestris), namun ada juga yang tumbuh sebagai epifit (tumbuh di bagian batang atau ranting pohon). Berdasarkan kemampuan tumbuh di lokasi dengan intensitas cahaya yang berbeda, tumbuhan paku terbagi menjadi dua kelompok yaitu tumbuhan daerah terbuka dan tumbuhan daerah ternaungi. Polypodium sp adalah beberapa contoh paku yang epifit di hutan yang memiliki tajuk cukup rapat(Gembong,1983).
Pada Polypodium sp. ini akarnya serabut keluar dari rimpang,memiliki bentuk daun berbagi menyirip tepi daun rata,dengan ujung yang meruncing, lebar biasa mencapai 4 Cm dan panjang bias mencapai 17 Cm. Tulang daun menyirip. Batanganya berwarna hijau kecoklatan panjang, berbentuk bulat lonjong. Daun muda atau segar tanaman dibagi dalam daun sederhana mendominasi selama berada di satu mapan tua mereka hampir semua pinnatifid segmen linier seperti kulit sisik pada tulang punggung pada stipes dan daun lateral yang diartikulasikan pada rhizoma cespitose yang merangkak dan ditutup dengan sisik yang gelap berwarna coklat melingkar pada sori uniseria ukurannya besar dan tenggelam dalam daun sehingga membentuk tonjolan pada sisi Puncak dari masing-masing cabang veinlets bengkak dan berwarna putih salju memberikan sisi atas daun yang terlihat dalam penampilan Warna biasanya hijau daun(Kimbal,1999).
Tumbuhan paku ini bersifat homospora atau isospora (hanya menghasilkan satu macam spora), terletak pada sorus di bawah daun terletak didekat dengan tulang daun.berbentuntuk lonjong berwarna coklat. Spora yang jatuh berkembang menjadi prothalus yang mengandung organ kelamin jantan atau betina, sehingga dalam fertilisasinya perlu air (lingkungan yang basah), agar sperma bersilia dapat berenang menuju sel telur, karena itu tumbuhan paku banyak hidup di habitat tempat yang lembab penyebaran spora ke tempat-tempat baru dengan bantuan angin punya batang menempel pada pohon ( shoot)(Ali. 2008).
Manfaat Polypodium sp. , tumbuhan paku ini dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, dan dapat juga dkonsumsi debagai sayuran pada zaman dahulu tanaman ini djadikan sebagai bahan makan oleh masyarakat yang bertemapat tinggal di daerah pegunungan. Bukan hanya itu saja tumbuhan paku ini juga dapat di jadikan sebagai obat penyembuh sakit kepala yaitu dengan merebusnya dengan air yang mendidih, dan juga bisa juga diseduh dengan air hangat tapi tumbuhan pakunya harus dkeringkan terlebih dahulu(Soeratman. 1999).
4.2.5.4 Acrostichum sp.
Disebut juga pakis kulit emas, pakis ini adalah jenis salah satu pakis besar yang tumbuh dihutan mangrove dan lahan basah lainnya. Daun biasanya melengkung disekitar pinggiran tanaman, namun cenderung lebih tengah di dekat pusat, daun tebal, kasar, majemuk dan besar. Berukuran kurang dari 1 m dan lebarnya sekitar 2 cm. daun berwarna hijau mengkilat dan biasanya gelap dipermukaannya, namun pucat di bagian bawah daun. Margin daun yang agak tidak rata dan bergelombang(Gembong,1983).



4.2.6 Alga Mikroskopis
4.2.6.1 Centronella voight

Koloni bentuk filamen bercabang, Sel basal termodifikasi menjadi semacam batil penghisap untuk menempel pada subtrat. Filament ada yamng melayang atau epifit( menempel) pada daun atau batang tanaman air. Sel- sel yang menyusun filamen berbentuk silindris panjang. Sel basal mengalami modifikasi menjadi semacam batil hisap untuk menempel pada subtrat. Sedangkan sel apical( ujung) biasanya ujungnya membulat. Pembelahan sel terjadi tidak pada bidang tengah sel tetapi agak ke ujung sel sehingga dinding sel yang diwariskan pada kedua sel anak tidak sama.


4.1.1.2 Arcella polypora
4.1.1.3 Closteriopsis longissima

Pirenoidnya dikelilingi oleh butiran pati dan terikat dalam plastid pada selang waktu yang beraturan dan merupakan ciri-ciri menyolok pada selnya.sitoplasma mengelilingi vakuola besar di pusat. Nukleus dilingkungi suatu selubung sitoplasma, terdapat di tengah-tengah sel dan dihubung-hubungkan oleh untaian sitoplasma meluas sampai vakuola dan lapisan sitoplasma di tepi.

4.1.1.4 Diatoma vulgare

Dari pandangan atas, berbentuk batang sampai bentuk fusiform, simetri bilateral, seringkali dengan ujung- ujung yang memipih, dan dengan 1 atau 2 penggembungan pada sisi- sisinya. Dari pandangan samping berbentuk rectangular, dan biasanya dengan satu atau lebih pita- pita interkalari. Koloni mangapung bebas atau sesil. Bentuk koloni mungkin seperti pita dengan sel saling bertempelan pada bagian valvenya; atau bentuk benang zigzag yang bertempelan pada bantalan gelatinous di ujung- ujung selnya atau agak jarang terjadi bentuk bintang dimana sel- sel bertempelan pada sudut- sudutnya. Valve dihisi dengan alur- alur transversal, atau lubang- lubang yang berderet transversal. Pseudoraphe yang terdapat pada bidang longitudinal axis mungkin halus dan tak jelas, atau lebar dan jelas. Tergantung spesifik, kromatofor bentuk cakram kecil, atau 1- 4 kromatofor benruk lembaran dengan beberapa pirenoid. Pembiakan dengan auxospora trikoma satu pada setiap sel.

4.1.1.5 Schizomeris leiblein
4.1.1.6 Criptomonas sp
4.1.1.7 Chaethopora sp
4.1.1.8 Pleurodiscus sp
4.1.1.9 Schizogonium sp
4.1.1.10 Actinospora sp
4.1.1.11 Chaetophora sp
4.1.1.12 Sirogonium sp
4.1.1.13 Tetraspora sp
4.1.1.13 Tetraspora sp
4.1.1.14 Rizodonium sp
4.1.1.15 Articulospora sp.
4.1.1.16 Leptosira sp.
4.1.1.17 Ophiochytium arbusculum
4.1.1.18 Flagillaria sp.


4.1.1.19 Melosiria italic
Perkembangan Skeletonema costatum terbagi menjadi dua cara yaitu : secara Vegetatif dan secara generatif. Secara vegetatif yaitu dengan mengadakan pembelahan sel secara terus menerus apabila kondisi media hidupnya terpenuhi. Sedangkan secara generatif, Skeletonema costatum akan membentuk auxosporo dimana sel yang ukurannya kecil akan kembali dengan ukuran seperti semula. Skeletonema costatum hidup di air laut (alam) yang mempunyai intensitas cahaya 500 – 12000 lux. Jika intensitas cahaya kurang dari 500 lux, Skeletonema tidak tumbuh. Sedangkan kisaran salinitas yang optimal adalah 25-29 ppt. Suhu untuk pertumbuhan 20 – 34 oC sedangkan suhu optimalnya adalah 25-27 oC. Sementara itu derajat keasaman (pH) media hidupnya bberkisar 7,5-8. Skeletonema costatum merupakan salah satu jenis phytoplankton dari kelompok diatom. jenis phytoplankton ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut :Sel mempunyai kemampuan membentuk skeleton eksternal silica, bahan utama penyusun dinding sel adalah silicat dan dindingnya lebih tipis dibandingkan dengan jenis diatom lain. Berbentuk kotak berantai dengan cytoplasma yang memenuhi dinding sel.Berukuran 4-15 mikron meter. Volume sel rata-rata 154 mikrom meter kubik. Sel terdiri dari dua bagian yaitu tutup epitike yang berukuran lebih besar dan wadah hipotike yang ukurannya lebih kecil. Pigmen penyusun sel yang menyebabkan warna sel kuning keemasan adalah fuxoanthin ( Daulay, 1993; Apriyanto et.al. 1999)










BAB V
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Sistematika Tumbuhan Cryptogame adalah tumbuhan tingkat rendah yang alat perkembiakannya tersembunyi dan reproduksinya dengan spora. Sub Divisi Algae (ganggang) merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut. Semua sel mempunyai plastida dan di dalam plastida terdapat zat- zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil-a dan klorofil-b atau kedua-duanya.
Divisi Bryophyta merupakan golongan tumbuhan dianggap setingkat lebih maju dibanding dengan kelompok Algae dan Fungi, karena mempunyai gametangium dan sporangium yang multiseluler serta dilapisi oleh sel-sel steril.
Divisi Pteridophyta Pada tumbuhan paku yang menonjol adalah sporofitnya. Tumbuhan ini termasuk golongan tumbuhan tingkat rendah yang paling tinggi tingkatannya, karena sudah mempunyai ikatan pembuluh, akar sesungguhnya, dan sporofit dapat dapat hidup bebas tidak tergantung pada gametofitnya.


DAFTAR PUSTAKA
Atmadjaya, Eddy dkk. 1996. Pengnalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPPI. Jakarta
Ariyanto. 2000. Biologi Umum. Jakarta: Erlangga.
Birsyam,Inge L.1992.Botani Tumbuhan Rendah. ITB. Bandung
Ciremai. 2008. Biologi Laut. Jakarta: PT. Gramedia.
Campbell, Neil A, J.B Reece dan L.G Mitchell. 2003. Biologi Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Hackle. 1999. Tumbuhan Paku. Bandung: CV. Duta Permana.
Harold C. Bold dkk. 1985. Introduction to The Algae Prentice. Hall inc. new Jersey
Haspara. 2004. Biologi. Surakarta: Widya Duta.
Indriani H dan Imi Sumiarsih.1996. Budidaya Pengolaham dan Pemasaran Rumput Laut. Swadaya. Jakarta
Iqbal, Ali. 2008. Sistematika Tumbuhan Cryptogamae. Jakarta: Erlangga.
Jadilah ( 1980). Rumput, Pakis, dan Lumut Sebangsa lumut Britania Raya. Panci Buku. ISBN 0-330-25959-8.
Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Lovelles. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerak Tropik 2. Jakarta: Gramedia.
Notji, A. 1981.Biologi Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Pollunin, Nicholas. 1994. Pengantar Geografi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Prawirohartono, Slamet. 1989. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Rifai, M.A. 2003. Kamus Biologi. Balai Pustaka. Jakarta
Sarwuni. 2003. Sistematika Tumbuhan Cryptogamae. Malang: CV. Aditama.
Simangunsong, BR. 1996. Parasitologi. Universitas Terbuka. Jakarta
Soeratman. 1999. Penggelompokan Tumbuhan Bryophyta. Jakarta: Erlangga.
Taylor. 1960. Biologi. Bandung: Ganeca Exact.
Tjitrosoepomo, Gembong. 1983. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta: UGM Press.
Yudianto, S.A. 1992. Pengantar Cryptogame (Sistematika Tumbuhan Rendah). Penerbit Torsito. Bandung.
Van Steenis, C.G.G.J. 2005. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Penerjemah : Ir. Moeso Surjowihoto,dkk. PT. Pradriya Paramita. Jakarta
























No comments:

Post a Comment