E
|
ra reformasi Indonesia yang
dimulai bulan Mei 1998 telah memasuki usia 15 tahun. Berbagai prestasi dan
kegagalan tentu saja mewarnai perjalanan reformasi. Perubahan yang sangat
mencolok adalah terciptanya era kebebasan dalam berbagai bidang. Sejalan dengan
kemajuan pesat di bidang komunikasi, khususnya media online dan elektronik,
berbagai aspirasi ideologis bermunculan secara bebas. Namun apakah hanya ini
tujuan akhir reformasi ???
Era reformasi pasca
orde baru diharapkan dapat memberikan harapan baru, semangat baru, era yang
diharapkan akan terjadinya pemerintahan yang bersih, yang bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, era yang diharapkan dapat memberikan kedamaian,
memberikan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh anak negeri.
Era Reformasi sudah
berlangsung tepat satu setengah dasawarsa, selama kurun waktu tersebut
perjalanan menuju kearah sebagaimana yang menjadi tujuan awal reformasi
seakan-akan kehilangan arah dan kabur, kedamaian semakin menjauh, hal ini dapat
terlihat dengan kerap terjadinya berbagai bentuk benturan baik fisik maupun non
fisik di Indonesia yang katanya dikenal dengan penduduknya yang sopan dan
ramah. Perang antar suku, perang antar desa, bahkan pertikaian antar daerahpun
masih sering terjadi diberbagai daerah di Indonesia yang tidak jarang berakhir
dengan kerusuhan berdarah. Degradasi moral yang ditandai dengan semakin
mewabahnya penyakit laten KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda hampir
disetiap lembaga khususnya lembaga pemerintah seperti kasus Bank Century, kasus
makelar pajak yang telah menyeret banyak pejabat diberbagai institusi termasuk
di Direktorat Jenderal pajak, kepolisian, kejaksaan, dan seabreg kasus suap lainnya yang melibatkan berbegai kementrian
menjadi bukti nyata yang dapat dilihat dengan mata telanjang betapa bobroknya
pengelolaan negeri ini.
Saat ini kehidupan
masyarakat semakin materialistis serta lebih mengutamakan perjuangan untuk
kepentingan individu dan kelompok yang semakin menempatkan rakyat dan bangsa
Indonesia pada status kehidupan yang sangat rendah. Secara obyektif kita sedang
menjadi bangsa yang inferior jika dibandingkan dengan tingkat kemajuan yang
telah dicapai oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura atau
negara-negara lain di dunia. Rasa bangga sebagai anak negeri dari sebuah negara
yang dulunya cukup disegani didunia telah terkikis oleh krisis multidimensional
dan kebobrokan kehidupan mental dan moral yang menyeruak dihampir setiap sendi
kehidupan. Rasa nasionalisme sebagai bangsa dan jiwa patriotisme seakan sudah
semakin memudar sehingga status quo
Orde Baru terkesan tidak berubah, bahkan terlihat semakin bertahan atau bisa
jadi semakin parah yang disebabkan oleh keserakahan dan gaya kehidupan yang
hanya ingat diri, ingat keluarga dan ingat kelompok.
Ada apa ini ???
apakah Reformasi hanya hasrat menggebu nan semu tanpa wujud ??? dimana
mahasiswa yang dulu rela terpanggang panasnya jalanan dan rela menjadi target
tembak aparat demi reformasi ???
Reformasi yang
awalnya memang milik mahasiswa, yang lahir dari rasa ketidak nyamanan dengan
atmosfer orde lama sekarang telah dikudeta oleh Elit Politik. Namun itu semua
tidak sepenuhnya kesalahan elit. Tetapi justru mahasiswa dan institusinya yaitu
perguruan tinggi juga mempunyai andil terhadap kesalahan tersebut, karena belum
sepenuhnya berhasil menciptakan insan-insan kampus, kader-kader intelektual
yang mampu memberikan apa yang sebenarnya diperlukan oleh negeri ini.
Perguruan tinggi
sebagai wadah pembelajaran, sebagai tempat penggodokan para intelektual, bukan
hanya dituntut untuk mampu mengelolah input atau mahasiswa yang ada menjadi
lulusan yang hanya tangguh secara akademik, tetapi yang lebih penting dari itu
adalah menghasilkan lulusan sebagai insan yang berpotensi tinggi, inisiatif dan
kreatif serta penuh dedikasi atau sumber daya manusia yang unggul, profesional,
beriman dan berwibawa, mampu memimpin serta berwawasan kedepan. Perguruan
tinggi harus mampu membimbing mahasiswanya menjadi insan yang peka terhadap
persoalan-persoalan yang membelit bangsanya.
Pola fikir kita
sebagai mahasiswa sekarang cendrung lebih sederhana, sehingga kita hanyut
terbawa arus yang hanya berorientasikan kepada akademik dan nilai diatas
kertas. Akademik memang penting, tapi tidak berarti kita apatis dengan apa yang
terjadi dengan bengsa ini. Keseharian
kita sepertinya sangat sesak dengan jadwal kuliah dan tugas-tugas, sehingga
kita kurang peduli dan cendrung alergi dengan keadaan bangsa ini. Ada yang
peduli namun jumlahnya dapat dihitung dengan jari dan bergerak dengan ejekan “ngapain peduli dengan Negara ? Negara aja
gak mikirin kita”. Inikah potret mahasiswa sekarang ? yang katanya pahlawan
reformasi ? yang katanya Agent of change ?
Sejarah pergantian
pemerintahan dari orde lama ke orde baru, dari orde baru ke era reformasi
menunjukkan peran sentral mahasiswa sebagai agen perubahan. Oleh karena itu
mahasiswa khususnya dengan idealismenya harus terus berusaha untuk mengawal
reformasi. Supaya apa yang menjadi tujuan semula dari reformasi ini dapat
kembali berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, sehingga darah senior kita
yang tumpah di aspal jalan tidak menguap sia-sia. Intinya tanggung jawab kita
sebagai mahasiswa tidak hanya mengejar “Angka 4”. Kita wajib mengawal dan
mengisi reformasi ini, karena reformasi adalah warisan yang dititipkan oleh
para senior-senior kita.
HIDUP MAHASISWA !